Sebuah
tempat yg rindang, teduh nan asri serta menyediakan suasana islami untuk pemuda
dan pemudi. Itulah gambaran singkat tentang sebuah kampung damai yang kami
impikan.
Di
sana kami akan mengajarkan mereka bagaimana membaca Al-Qur'an. Bukankah
Al-Qur'an itu adalah pegangan utama seorang muslim? Di mana kelak jika mereka
mengetahui isi pesannya akan bisa menimbulkan ketakwaan pada diri mereka, dan
sebaik-baik bekal bagi mereka adalah ketakwaan.
Ada
yang baru mulai mempelajarinya tetapi dalam tempo satu minggu saja mereka sudah
mulai bisa untuk membaca sendiri tanpa bimbingan guru meskipun masih
tertatih-tatih. Beberapa anak yang lain membutuhkan waktu yang lebih lama, mungkin
butuh beberapa bulan untuk akhirnya bisa membaca Al-Qur'an dengan tanpa
bimbingan.
Di
lain waktu, kami juga akan menuntun mereka untuk menghafalkan hadis-hadis nabi
serta beberapa pepatah Arab yang kami yakin akan mereka butuhkan kelak.
Meskipun kami menuntun mereka dengan setengah memaksa, tapi akhirnya mereka mau
juga untuk menghafalnya. Entahlah apakah karena mereka mengharapkan nilai,
ataukah mereka menghafal karena paksaan kita, atau mungkin mereka melakukannya
karena mereka tahu seberapa penting tulisan-tulisan yang sedang mereka hafal
itu. Tapi kami akan selalu berusaha untuk memastikan bahwa yang terakhirlah
yang selalu ada di benak mereka.
Kami
rasa dasar-dasar ilmu agama itu belum cukup untuk membekali kehidupan mereka
suatu saat nanti, maka kami mengajarkan beberapa dasar ilmu empiris. Kami
ajarkan mereka beberapa pelajaran umum seperti matematika, fisika, teknologi
informasi, sosiologi dan kawan-kawannya. Ya, membekali seseorang hanya dengan
ilmu-ilmu agama memang seringkali sudah bisa untuk menghidupinya, karena
ilmu-ilmu agama itu layaknya sebuah nasihat pembangkit semangat mereka yang
jatuh, walau apapun pekerjaan mereka. Tetapi, ilmu-ilmu umum itu seringkali
dibutuhkan untuk memudahkan pekerjaan-pekerjaan mereka meskipun sebenarnya kami
ingin sekali mereka bisa menggunakan ilmu itu lebih daripada sekedar
memaksimalkan sebuah peluang kerja, seperti menjadi seorang peneliti dan penemu
misalnya.
Kami
kira sejauh ini semua proses pentrasferan ilmu itu berjalan dengan baik. Namun
kami memiliki beberapa masalah pada jiwa kehidupan kami yang rasanya masih
begitu keropos. Kami kekurangan orang-orang berjiwa besar yang senantiasa
menyampaikan pesan-pesan kebaikan pada mereka, yang dengan itu akan menyirami
keringnya hati mereka dari pelajaran kehidupan. Padahal seharusnya kami
memberikan semua pelajaran itu sambil menyelinginya dengan pesan-pesan
kehidupan, tapi rasanya baru sedikit sekali pesan kehidupan yang bisa kami
berikan untuk mereka.
Keberadaan
orang-orang berjiwa besar yang sangat kami butuhkan itu adalah orang-orang yang
memiliki jiwa keikhlasan, yaitu mereka yang mau membantu perkembangan anak-anak
didiknya karena bisikan nurani mereka yang terdalam, bukan atas tekanan dari
atasan. Mereka adalah orang-orang yang akan memberikan cap yang baik pada hati
anak-anak dan bekasnya akan mempengaruhi perkembangan mereka meskipun terkadang
para pendidik itu harus meninggalkan tempat pendidikan.
Seorang
ulama memberikan definisi ikhlas, yaitu sebuah perbuatan yang dilakukan dan
akan tetap dilakukan meskipun tidak ada seseorang yang melihatnya.
Keikhlasan
itu memang motor penggerak paling inti dalam kehidupan manusia. Tanpa sebuah
keikhlasan yang tertanam pada diri seorang pendidik, perkataannya hanyalah
hiasan, dan semua demonstrasi kehidupan yang ia peragakan hanyalah sebuah
perjuangan semu. Keikhlasan itu barang sebuah mutiara yang ditemukan di samudra
luas nan dalam, ia tidak akan mudah untuk dicari.
Jika
keikhlasan itu barang yang susah untuk dicari lalu bagaimana kita akan
menjadikannya sebagai sebuah ruh inti kehidupan kita yang pastinya akan kita
butuhkan setiap hari?! Ya, ia memang susah untuk dicari, dan ia juga begitu
mudah untuk hilang. Ia memang seperti barang yang sangat-sangat susah untuk
dijaga. Maka hal yang harus dilakukan adalah terus merawatnya dan mengawasi
keberadaannya, seakan sebuah berlian terlangka yang harus dijaga 24 jam penuh.
Keikhlasan
memang seperti berlian berharga yang tidak tampak oleh mata. Seseorang bisa
saja mengajarkan orang lain bagaimana cara memperoleh berlian itu, namun
sebenarnya dia sendiri tidak pernah mencoba untuk mencari-cari berlian yang
bisa dia peroleh. Ya, karena dia memang bisa diajarkan dari mulut ke mulut,
tetapi untuk mempraktekkannya hanya sedikit sekali orang yang melakukannya,
bukan karena tidak mampu, tetapi karena mereka tidak memiliki kemauan untuk
melakukannya.
Bukankah
banyak di kelas-kelas, atau di masjid-masjid, atau di banyak tempat yang lain
orang-orang yang menyampaikan pesan tentang keikhlasan. Agar kita pergi ke
masjid ikhlas karena Allah, kemudian ia bisa menyebutkan dalil-dalil
pendukungnya. Atau ada lagi yang mengatakan agar kita ikhlas ketika menuntut
ilmu dan lagi-lagi ia bisa menyebutkan dalil-dalil pendukung perkataannya.
Memang keikhlasan itu adalah hal yang bisa untuk diajarkan, tetapi hendaknya
setiap orang yang mengajarkan sebuah keikhlasan itu juga mengoreksi dirinya
sendiri apakah keikhlasan itu sudah ada pada dirinya?!
Kalau
begitu yang kami butuhkan sekarang adalah seorang pengawas itu, yang bisa untuk
mengawasi keberadaan “keikhlasan” di hatinya sendiri dan di hati
para pendidik itu. Jadi orang ini haruslah orang yang tahu seluk beluk
keikhlasan hingga serinci-rincinya. Orang ini pula yang nanti akan menjaga
keikhlasan orang-orang di sekitarnya entah dengan cara langsung seperti
memberikan mereka metode untuk menjadi orang yang ikhlas sebagaimana yang
seringkali diajarkan oleh Rasulullah sallalahu alaihi wasallam, atau ia akan
menjaga keikhlasan mereka secara tidak langsung dengan memberikan mereka uswah
hasanah atau contoh perbuatan baik.
Kita
memang tidak akan pernah bisa untuk menjustifikasi seseorang adalah orang yang
ikhlas atau tidak ikhlas, karena ikhlas adalah perbuatan hati. Tetapi jika
seseorang mengamati perilaku orang lain secara keseluruhan dan secara rinci
maka akan membuahkan sebuah kesimpulan tentang keberadaan keikhlasan di
hatinya. Meskipun begitu, kita tetap harus meyakinkan kesimpulan itu dengan
bertanya langsung kepada sang pelaku terhadap motif perbuatannya.
Proses
pengawasan adalah hal utama yang perlu untuk dilakukan. Dan pelestariannya
dengan mencetak kader-kader baru yang memiliki jiwa besar adalah hal kedua yang
mesti jadi daftar wajib checklist
kami.
Kami
tentu sangat membutuhkan bantuan kalian. Kalian yang merasa terdorong untuk
ikut serta membangun kampung damai yang kita impikan bersama. Kawan-kawan yang
telah tumbuh dewasa bersama-sama dan merasakan pendidikan di dalamnya akan
sangat kami nantikan, sebab kalianlah yang tahu seluk beluk kampung kita,
jasmani maupun ruhaninya. Kepedulian itu walaupun sedikit adalah hal terbesar
yang akan kita dapatkan untuk memperbaiki ikatan kita. Karena ketahuilah,
ikatan kita tidak pernah terputus, kita akan selalu terikat dengan tempat di
mana kita pernah mengenyam pendidikan.
Mimpi, cita-cita, do'a dan harapan saudaraku, Azzam Mushoffa yang tertuang dalam Sepucuk Surat dari Tanah Madinah.
"Kami lukiskan impian kami disini, lukisan Kampung Damai...." By: Azzam Mushoffa
Al-Ishlah, Kampung Damai.
Al-Ishlah, Kampung Damai.
0 comments:
Post a Comment