Sewindu, Cinta Itu Tentang Waktu
Sewindu, sebagai sebentuk ukiran-ukiran kata berjiwa
seorang Tasaro GK dalam memaknai dan menghikmahi cinta, bertutur tentang kisah
perjalanan hidupnya, mulai dari kehidupan pernikahannya, pergulatannya dengan
dunia tulis-menulis, hingga pemaknaannya akan keluarga kecil dan keluarga
besarnya. Bergaya tutur lugas, mengalir dan santai ala cerpen. Keseluruhan kisah yang merangkai satu energi, yakni
cinta, yang terbawa dalam pusaran waktu sewindu.
Semua tampak berbeda dari setiap karya yang diramu apik
dalam kisah-kisah fiksinya, semua terasa lebih “bertutur” karena dalam Sewindu
ia bernarasi tentang setiap jengkal episode dan wilayah hidupnya dalam
kebersahajaan, kejujuran bahkan kejenakaan.
Ia menjumpai banyak pribadi yang mengisi setiap ruang
hidup dan pribadinya, dari masa kanak-kanak hingga usia matangnya dan
bermetamorfosis menjadi seorang ayah. Bersinggungan dengan dengan gempita dunia
kampus dan komunitas yang digelutinya, bahkan ia memasuki riuhnya dunia kerja
yang kompleks dalam arus gelombang yang bertumbuh.
Yah, arus itu bernama cinta, dan cinta itu tentang waktu.
“Hari ini, jika ada seseorang yang menampik bahwa ibu
rumah tangga butuh profesionalisme dan dedikasi luar biasa, saya siap
habis-habisan mendebatnya. Saya pikir, siapa pun yang betul-betul mencermati
seorang ibu rumah tangga dalam berpikir, berkeputusan, dan bergerak, ia akan
buru-buru berhenti memandang profesi ini sebelah mata.” (hal.33)
“Lelaki bugar berhati sentimentil itu jatuh cinta pada
cara istrinya menyetrika baju.” Mencinta dengan Sederhana. (hal. 41)
“Ekspresi cinta suami kepada istri atau orang tua kepada
anak jelas sangat beragam. Setiap mereka memilih cara tersendiri untuk
mengungkapkan rasa sayang. Ada yang betul-betul demonstratif, tetapi banyak
juga yang menyimpan rapat di hati. “ (hal. 72)
“Memahami kekurangan suami atau istri adalah sebuah fase
mencengangkan. Sedangkan, menerima kekurangan itu kemudian mengusulkan kompromi
logis untuk sebuah perbaikan adalah sebuah tahap yang spektakuler. Saya akan
sangat menghargai proses ke arah itu.” Just The Way I Am. (hal. 79)
“Saya mencintai dan berbangga terhadap keluarga saya,
sungguh. Tapi, saya ingin membuat sebuah pengakuan bahwa hidup saya begitu kaya
dan bermacam-macam warnanya karena karakter para sahabat yang bermacam-macam,
juga banyaknya peran dan kontribusi mereka terhadap hidup saya, pendewasaan
diri saya.” (hal. 266)
Sewindu, Cinta itu (Akhirnya) tentang waktu. “Mencintai
pada tingkat yang solid adalah komitmen. Terkadang, rasa terombang-ambing dan
membuat bimbang. Ada waktunya kata-kata mesra sudah terkunci dan sulit dikeluarkan lagi. Namun, ketika
komitmen itu terjaga. Keinginan untuk membangun kehidupan yang berarti terus
dijalani, itulah cinta. Seharusnya Cinta menjadi energi pembangun yang tak ada
habisnya.”
“Sewindu, delapan tahun adalah waktu yang bisa
jadi lama atau malah sebentar. Tapi bagi saya, itu rentang waktu yang cukup
untuk menimbang cinta. Mengalami banyak hal bersama Mimi, menyikapi setiap
permasalahan, mencari solusi dan menjalani paket kehidupan yang berbagai warna
dan rasa, memunculkan sebuah konklusi: Cinta Itu Tentang Waktu.”
- Tasaro GK –
Begitu banyak hikmah hidup di dalam buku Sewindu, terserak pesan-pesan kehidupan dalam setiap jengkal kisah perjalanan hidup seorang Tasaro GK. Dengan bahasa yang lugas dan penuturan yang apa adanya, Tasaro berhasil membuat pembaca berlinang air mata saat menikmati detik kebersamaan Tasaro bersama sang Istri tercinta mengarungi kehidupan pernikahan dalam segala kesederhanaan, keterbatasan dan kekomplekan masalah dalam kehidupan bermasyarakat. dan segala usaha dalam setiap tetes perjuangan seorang Tasaro yang tak ingin tergerus kerasnya gelombang hidup akan menggetarkan jiwa para pembaca. Selamat Membaca.
Judul Buku: Sewindu, Cinta Itu Tentang Waktu
Penulis: Tasaro GK
Penerbit: Tiga Serangkai
Cetakan: I, Maret 2013
* Resensi
sedang proses dimuat di Harian Koran Jakarta.
0 comments:
Post a Comment