RSS

Siluet Jingga

Selamat Datang di Telaga Inspirasiku....
Semoga kalian menikmati dan menemukan beribu Hikmah di Setiap Jengkal Telaga Inspirasiku..

Join This Site and Load The Guess Book


Puisi M. Adib Susilo (Radar Seni 21 Juli 2013)



Hujan Bertutur Rasa
Setitik air tak kan terasa,

Berbaur raga penuh lelah

Namun, Hujan Berbeda

Karena ia istimewa

Hujan bertutur rasa

Bercerita ria tentang kisah-kisah manusia

Ribuan masa terlampaui

Tanpa sepenggal pun terlewati

Seperti hujan di hari ini

Berbisik lirih pada diri yang terpasung di jendela besi

Tentang anak manusia penjual roti

Menjejal tanah bertelanjang kaki

Hujan tahu apa yang tersembunyi

di dalam hati ia merintih

Meski senyum senantiasa menghiasi

Karena hidup begitu berarti

Tak pernah ia mengeluh keadaan diri

Karena hidup senantiasa diuji

Do’a bergemuruh di bibir dan hati

Tangan tiada berhenti berdzikir sunyi

Berharap hujan berhenti bernyanyi

Tuk melanjutkan amal ibadah dan menjemput rizki

Agar asap rumah tiada berhenti

Hingga berbakti pada Ibu yang menanti
Semarang, 2012

Melodi Senja di Bukit Barisan
Beribu kata tak terperih, terucap lirih menghujam hati

Tersiar kabar berpilin do’a dan sedih

Menyapa siang di keheningan sunyi

Pada jiwa yang menepi



Senja itu kini kehilangan saksi

Terburai semburat pilu pada bumi

Di bawah langit tempatnya bernaung diri

Tatapan sendu tiba-tiba menghiasi

Retak bumi menganga

Memisah rumah dengan tanah

Melerai pohon beserta akar yang gigih

Menggebrak beton berpuing-puing, laksana kapas yang terhempas



Telah jelas tanda kekuasaan-Nya

Bagi insan dengan segala kerendahan hati

Tuk bernalar mengeja bencana

Mengais hikmah dibalik kejadian ini

Melodi senja terdengar lirih mengiris sanubari

Terlihat di kejauhan tanah bukit barisan yang menjadi saksi

Tanda-tanda alam yang terulang dan tak pernah berhenti menghampiri

Sebagai peringatan pada diri untuk berintropeksi



Tuhan Maha Kuasa,

Manusia, Gunung, Lautan, dan Bumi adalah Ciptaan-Nya

Tak kan ada yang bisa menghindar dari takdir-Nya

Hanya do’a, amal ibadah, dan Mengingat-Nya lah Jalan terbaik tuk bersiap menghadap ke Sisi-Nya.

Berpayung Awan Mendung Langit Kota Semarang, 2013

Waktu Menikam Aku
Jangan pernah merasa,

Hidup hanya untuk bersantai, kawanku.

Karena kita tak kan pernah tahu,

Apa yang disembunyikan takdir dari waktu



Aku mulai menghitung waktuku

Mengakumulasi dengan kata-kata

Lalu mengurangi dengan waktu yang terbuang sia-sia

Dan yang tersisa belum lah termasuk untuk mengingat-Nya

Banyak manusia sepertiku

Terlena kenikmatan semu, lalu ditikam waktu

Harta sirna tanpa berguna, umur berkurang tanpa manfaat pada sesama

Hingga raga pun tergerogot lelah pada hidup yang tak biasa.



Kepasrahan bersemayam dengan kuasa

Waktu menghempas keras manusia yang mengacuhkannya

Takdir menampakkan wajah,

Hanya kembali kepada-Nya lah yang akan menyelamatkan hidup sebelum terlambat

Karena waktu tak kan kembali

Sebab waktu tiada terulang dua kali.
Di bawah Langit Malam Kota Atlas, 2013


M. Adib Susilo, Lahir di Lamongan 06 Juli 1991. Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang. Anggota Forum Lingkar Pena Semarang. Dan tergabung dalam Gerakan Santri Menulis angkatan Ke-19. 
Karyanya telah dimuat di beberapa media, Purnama di Kota Atlas (dibukukan dalam Antologi Cerpen Mutiara Berdebu), Rumah Kertas (dimuat Majalah Santri), Mentari Tenggelam di Wajah Ayah, Puing Kelam Kota Lama dan Langit Muram di Atas Tanah Tak Bertuan (dimuat di Majalah Magesty). Puisi Parade Mimpi di Negeri Dongeng dimuat di Media Mahasiswa, Puisi Peluh dalam Kata, Kala Sajak Sunyi Menyapa, Aku dan Kehidupan dimuat di WAWASANews, Puisi Hujan Bertutur Rasa, Melodi Senja Bukit Barisan, Waktu Menikam Aku (Radar Seni) dan Puisi Embun Pun Kehilangan Tempat Berpijak dimuat di Eramadina.
  
Link: radarseni.com/2013/07/21/m-adib-susilo/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment