RSS

Siluet Jingga

Selamat Datang di Telaga Inspirasiku....
Semoga kalian menikmati dan menemukan beribu Hikmah di Setiap Jengkal Telaga Inspirasiku..

Join This Site and Load The Guess Book


Resensi dimuat di Media Mahasiswa 8 Juli 2013 (8)




Memaknai dan Menghikmahi Cinta Dalam Sewindu

Karya-karya besar manusia lahir karena cinta. Lihatlah piramida di Mesir terbangun atas dasar cinta, syair-syair para pujangga besar  tercipta dari  cinta. Begitu pun karya-karya besar seorang penulis juga tiada lain terlahir karena rasa cinta. Karena  seharusnya, Cinta menjadi energi pembangun yang tak ada habisnya.

Sewindu, sebuah karya yang terangkai indah oleh ukiran-ukiran kata berjiwa seorang Tasaro GK dalam memaknai dan menghikmahi  cinta. Dalam balutan keping-keping kehidupan yang beraneka bentuk dan warna, terangkum dalam kurun waktu yang lama, delapan tahun kehidupan penulis dengan nama asli Taufik Saptoto Rohadi bersama istri tercinta, Alit Tuti Marta.

Terbagi menjadi dua bagian (begitu Tasaro menyebutnya), Bagian Satu bertutur tentang masa-masa awal kehidupan Tasaro menjalani pernikahan bersama wanita pilihan hatinya. Tentang keputusan untuk menikah, tanpa konsep jelas bagaimana menjalani biduk rumah tangga pasca ijab kabul disahkan. Berbekal keyakinan bahwa semua yang sudah, sedang dan akan terjadi sejak awal telah begitu sempurna direncanakan, Tasaro meneguhkan hatinya, bahwa segala sesuatu yang telah ia lakukan dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya pasti akan dibanjiri berbagai kemudahan. Dengan tak lupa ia mengingatkan bahwa hal itu akan terjadi setelah berusaha maksimal. Karena di situlah letak seni hidup. (hal. 3)

Lika-liku kehidupan terus dijalani dalam usia pernikahan mereka yang terbilang muda, dari pertemuan dengan sang istri yang dirasa tidak mencukupi karena pekerjaan yang jauh dari rumah, keinginan memiliki rumah sendiri yang belum bisa terealisasi karena banyaknya pertimbangan, hingga berkali-kali gagal dalam aktivitas kepenulisannya untuk mencari tambahan pemasukan guna biaya hidup keduanya. Namun, dengan keyakinan yang ia pegang teguh dan menolak untuk angkat tangan, terbalaslah semua usaha dan apa yang ia yakini.

Bagian kedua, diwarnai oleh perwujudan cinta pada orang tua, anak-anak yang telah lama mereka idamkan kehadirannya, serta cinta pada istri yang telah begitu setia mendampinginya dalam segala keterbatasan. Mengulas peran para sahabat yang menjadikan hidupnya begitu kaya warna, serta  kontribusi mereka terhadap hidup serta pendewasaan diri seorang Tasaro. Yang tak kalah penting, dalam bagian ini, terselip kenangan-kenangan lama Tasaro akan kehidupan remajanya, serta mengulas perjalanan dirinya dalam proses kreatif melahirkan sebuah karya. Hingga mimpinya untuk mendirikan Kampoeng Boekoe  sebagai langkah awal dalam memposisikan peran mereka di tengah-tengah masyarakat.

Berbagai kisah kehidupan dalam buku ini mengajarkan kita bagaimana seorang Tasaro GK berusaha mengakrabi aktivitas sehari-hari layaknya seorang sahabat dekat. Ia mencoba beradaptasi dalam mengemban perannya sebagai seorang suami, hal yang sepertinya sepele ternyata menjadi masalah serius bila tidak biasa dilakukan. Ia pun mulai menikmati segala pekerjaan ‘laki-laki’ yang baru pertama kali dilakukannya. (hal. 29), bagaimana ia telah berusaha mencintai hal-hal yang dilakukan istrinya. Hal-hal bersahaja yang lebih sering dianggap orang sebagai kewajiban, tanpa mau sadar, itu pun tak akan pernah ada jika tanpa cinta. Seperti diungkapkan dalam Mencinta dengan Sederhana , ia lelaki bugar berhati sentimentil yang jatuh cinta pada cara istrinya menyetrika baju.

Laksana bahtera yang mengarungi luasnya samudra, perjalanan hidup seorang Tasaro juga tak lepas dari problema dan konflik yang terkadang hadir di tengah-tengah keluarga mereka. Percikan-percikan ini lah yang akhirnya mengajarkan kebijaksanaan sikap dalam menghadapi masalah. Serta memahamkannya agar lebih menahan keegoan diri dan untuk lebih mengerti karakter seorang istri.

Ada saat dimana Tasaro harus memilih meninggalkan pekerjaannya untuk lebih mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayangnya pada kedua buah hati yang telah hadir di tengah-tengah mereka. Pun demikian saat mereka kehilangan dua wanita yang telah membesarkan mereka, untuk selamanya. Perjuangan Tasaro dalam memulai niatnya untuk memperdalam ilmu agama di usianya yang telah menyentuh angka 22 sangatlah menyentuh dan mendidik kita semua, bahwa dalam menuntut Ilmu tiada kata terlambat.

Buku ini kaya akan hikmah dan perenungan untuk membangun pribadi yang berkarakter, juga mengajarkan kita akan pentingnya  menjaga silaturrahim di tengah-tengah komunitas sosial seberat apapun kehidupan yang tengah dialami. Tentang pemaknaan cinta. Tiada bait yang tertuang dalam lembaran buku ini tanpa dilandasi rasa cinta seorang Tasaro pada Istri dan Kehidupannya.

Dengan bahasa yang lugas, serta penuturan yang apa adanya, buku ini telah membuktikan kepada para pembaca, bahwa Tasaro telah sukses menyeret emosi dan jiwa setiap orang masuk ke dalam kisah yang diraciknya dengan apik, untuk kemudian menularkan, membagi dan mewariskan semangatnya untuk mereka yang memiliki ‘kedekatan spiritual’ dengan dunia yang digelutinya.

Bacaan yang patut dimiliki oleh setiap pasangan muda baik yang akan mengucapkan janji setia sehidup semati, pasangan yang baru menikah, seorang suami yang ingin lebih mencintai istri dan keluarganya, seorang istri yang ingin mejadi ibu rumah tangga yang tegar menjalani hidup bersama suami dan keluarganya, juga semua kalangan yang ingin lebih memaknai dan menghikmahi keberagaman cinta yang ada di sekeliling kita. Tak ketinggalan pula para penulis yang akan, sedang dan telah menapaki kariernya, buku ini akan membuat anda lebih mencintai setiap detik waktu dalam usaha anda mencapai keberhasilan.

“Sewindu, delapan tahun adalah waktu yang bisa jadi lama atau malah sebentar. Tapi bagi saya, itu rentang waktu yang cukup untuk menimbang cinta. Mengalami banyak hal bersama Mimi, menyikapi setiap permasalahan, mencari solusi dan menjalani paket kehidupan yang berbagai warna dan rasa, memunculkan sebuah konklusi: Cinta Itu Tentang Waktu.”

               - Tasaro GK –

Peresensi: M. Adib Susilo, Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, pegiat Forum Lingkar Pena Semarang.

Judul Buku      : Sewindu, Cinta Itu Tentang Waktu
Penulis             : Tasaro GK
Penerbit           : Metagraf (Grup Tiga Serangkai)
Tebal               : X + 382 Halaman
Cetakan           : I, Maret 2013
ISBN               : 978-602-9212-78-5

 Link: http://mediamahasiswa.com/sastra/resensi/2013/07/08/memaknai-dan-menghikmahi-cinta-dalam-sewindu.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment