Memaknai dan Menghikmahi Cinta Dalam Sewindu
Karya-karya besar manusia lahir karena cinta. Lihatlah piramida di Mesir terbangun
atas dasar cinta, syair-syair para pujangga besar tercipta dari
cinta. Begitu pun karya-karya besar seorang penulis juga tiada lain
terlahir karena rasa cinta. Karena
seharusnya, Cinta menjadi energi pembangun yang tak ada habisnya.
Sewindu, sebuah karya yang terangkai indah oleh ukiran-ukiran kata berjiwa
seorang Tasaro GK dalam memaknai dan menghikmahi cinta. Dalam balutan keping-keping kehidupan
yang beraneka bentuk dan warna, terangkum dalam kurun waktu yang lama, delapan
tahun kehidupan penulis dengan nama asli Taufik Saptoto Rohadi bersama istri
tercinta, Alit Tuti Marta.
Terbagi menjadi dua bagian (begitu Tasaro menyebutnya), Bagian Satu
bertutur tentang masa-masa awal kehidupan Tasaro menjalani pernikahan bersama
wanita pilihan hatinya. Tentang keputusan untuk menikah, tanpa konsep jelas
bagaimana menjalani biduk rumah tangga pasca ijab kabul disahkan. Berbekal
keyakinan bahwa semua yang sudah, sedang dan akan terjadi sejak awal telah
begitu sempurna direncanakan, Tasaro meneguhkan hatinya, bahwa segala sesuatu
yang telah ia lakukan dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya pasti akan
dibanjiri berbagai kemudahan. Dengan tak lupa ia mengingatkan bahwa hal itu
akan terjadi setelah berusaha maksimal. Karena di situlah letak seni hidup.
(hal. 3)
Lika-liku kehidupan terus dijalani dalam usia pernikahan mereka yang
terbilang muda, dari pertemuan dengan sang istri yang dirasa tidak mencukupi
karena pekerjaan yang jauh dari rumah, keinginan memiliki rumah sendiri yang
belum bisa terealisasi karena banyaknya pertimbangan, hingga berkali-kali gagal
dalam aktivitas kepenulisannya untuk mencari tambahan pemasukan guna biaya
hidup keduanya. Namun, dengan keyakinan yang ia pegang teguh dan menolak untuk
angkat tangan, terbalaslah semua usaha dan apa yang ia yakini.
Bagian kedua, diwarnai oleh perwujudan cinta pada orang tua, anak-anak yang
telah lama mereka idamkan kehadirannya, serta cinta pada istri yang telah
begitu setia mendampinginya dalam segala keterbatasan. Mengulas peran para sahabat
yang menjadikan hidupnya begitu kaya warna, serta kontribusi mereka terhadap hidup serta
pendewasaan diri seorang Tasaro. Yang tak kalah penting, dalam bagian ini,
terselip kenangan-kenangan lama Tasaro akan kehidupan remajanya, serta mengulas
perjalanan dirinya dalam proses kreatif melahirkan sebuah karya. Hingga
mimpinya untuk mendirikan Kampoeng Boekoe sebagai langkah awal dalam memposisikan peran
mereka di tengah-tengah masyarakat.
Berbagai kisah kehidupan dalam buku ini mengajarkan kita bagaimana seorang
Tasaro GK berusaha mengakrabi aktivitas sehari-hari layaknya seorang sahabat
dekat. Ia mencoba beradaptasi dalam mengemban perannya sebagai seorang suami,
hal yang sepertinya sepele ternyata menjadi masalah serius bila tidak biasa
dilakukan. Ia pun mulai menikmati segala pekerjaan ‘laki-laki’ yang baru
pertama kali dilakukannya. (hal. 29), bagaimana ia telah berusaha mencintai
hal-hal yang dilakukan istrinya. Hal-hal bersahaja yang lebih sering dianggap
orang sebagai kewajiban, tanpa mau sadar, itu pun tak akan pernah ada jika
tanpa cinta. Seperti diungkapkan dalam Mencinta dengan Sederhana , ia
lelaki bugar berhati sentimentil yang jatuh cinta pada cara istrinya menyetrika
baju.
Laksana bahtera yang mengarungi luasnya samudra, perjalanan hidup seorang
Tasaro juga tak lepas dari problema dan konflik yang terkadang hadir di tengah-tengah
keluarga mereka. Percikan-percikan ini lah yang akhirnya mengajarkan
kebijaksanaan sikap dalam menghadapi masalah. Serta memahamkannya agar lebih
menahan keegoan diri dan untuk lebih mengerti karakter seorang istri.
Ada saat dimana Tasaro harus memilih meninggalkan pekerjaannya untuk lebih
mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayangnya pada kedua buah hati yang
telah hadir di tengah-tengah mereka. Pun demikian saat mereka kehilangan dua
wanita yang telah membesarkan mereka, untuk selamanya. Perjuangan Tasaro dalam
memulai niatnya untuk memperdalam ilmu agama di usianya yang telah menyentuh
angka 22 sangatlah menyentuh dan mendidik kita semua, bahwa dalam menuntut Ilmu
tiada kata terlambat.
Buku ini kaya akan hikmah dan perenungan untuk membangun pribadi yang
berkarakter, juga mengajarkan kita akan pentingnya menjaga silaturrahim di tengah-tengah
komunitas sosial seberat apapun kehidupan yang tengah dialami. Tentang
pemaknaan cinta. Tiada bait yang tertuang dalam lembaran buku ini tanpa
dilandasi rasa cinta seorang Tasaro pada Istri dan Kehidupannya.
Dengan bahasa yang lugas, serta penuturan yang apa adanya, buku ini telah
membuktikan kepada para pembaca, bahwa Tasaro telah sukses menyeret emosi dan
jiwa setiap orang masuk ke dalam kisah yang diraciknya dengan apik, untuk
kemudian menularkan, membagi dan mewariskan semangatnya untuk mereka yang
memiliki ‘kedekatan spiritual’ dengan dunia yang digelutinya.
Bacaan yang patut dimiliki oleh setiap pasangan muda baik yang akan
mengucapkan janji setia sehidup semati, pasangan yang baru menikah, seorang
suami yang ingin lebih mencintai istri dan keluarganya, seorang istri yang
ingin mejadi ibu rumah tangga yang tegar menjalani hidup bersama suami dan
keluarganya, juga semua kalangan yang ingin lebih memaknai dan menghikmahi
keberagaman cinta yang ada di sekeliling kita. Tak ketinggalan pula para
penulis yang akan, sedang dan telah menapaki kariernya, buku ini akan membuat
anda lebih mencintai setiap detik waktu dalam usaha anda mencapai keberhasilan.
“Sewindu, delapan tahun adalah waktu yang bisa
jadi lama atau malah sebentar. Tapi bagi saya, itu rentang waktu yang cukup untuk
menimbang cinta. Mengalami banyak hal bersama Mimi, menyikapi setiap
permasalahan, mencari solusi dan menjalani paket kehidupan yang berbagai warna
dan rasa, memunculkan sebuah konklusi: Cinta Itu Tentang Waktu.”
- Tasaro GK –
Peresensi: M. Adib Susilo, Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, pegiat
Forum Lingkar Pena Semarang.
Judul Buku : Sewindu, Cinta
Itu Tentang Waktu
Penulis : Tasaro GK
Penerbit : Metagraf (Grup
Tiga Serangkai)
Tebal : X + 382
Halaman
Cetakan : I, Maret 2013
ISBN :
978-602-9212-78-5
Link: http://mediamahasiswa.com/sastra/resensi/2013/07/08/memaknai-dan-menghikmahi-cinta-dalam-sewindu.html
0 comments:
Post a Comment